Thursday, March 4, 2010

Pewarna Batik Akan Distandarisasi

Jakarta - Kementerian Perindustrian berencana membuat standarisasi pewarna alami untuk pembuatan kain batik. Pasalnya, selama ini pewarna yang digunakan banyak menggunakan bahan kimia yang berpotensi menjadi limbah.

Menurut Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Fauzi Aziz, saat ini dampak limbahnya tidak terlalu besar, namun seiring dengan perkembangan industri batik, hal itu menjadi sorotan internasional.

"Jadi kita dorong pemakaian unsur pewarna alam di seluruh pengrajin batik. Tapi yang jadi masalah, unsur pewarna alam itu belum punya standarisasi," katanya di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (2/3/2010).

Saat ini, rencana standarisasi tersebut sedang digodok oleh balai riset batik dan kerajinan Kementerian Perindustrian di Jogja. Nantinya, pewarna alam tersebut diharapkan bisa dipakai oleh seluruh pengrajin batik dan disebarkan dalam bentuk bubuk sebelum nantinya digunakan.

"Sekarang sudah banyak yang coba-coba sendiri pakai daun mangrove. Itu bisa keluar warna macam-macam tapi belum bagus. Ini tugas berat bagi kita," imbuhnya.

Selain ramah lingkungan, rencana standarisasi pewarna alam untuk kain batik tersebut juga diharapkan bisa mendorong kreativitas para pengrajin dengan menggunakan warna-warna baru.

Fauzi menambahkan, pihaknya juga akan mendorong efisiensi biaya produksi produsen batik dengan program konversi alat pembakaran. Selama ini, para pengrajin masih menggunakan kompor minyak yang biaya per bulannya diperkirakan sekitar Rp 100.000 hanya untuk bahan bakar.

"Kalau pakai kompor listrik 125 watt paling hanya bayar Rp 9.000 per bulan. Sepuluh kali lebih rendah dibandingkan menggunakan kompor minyak tanah," katanya.

Ia mengatakan, sebagai tahap awal pihaknya akan membantu beberapa pengrajin batik mengganti kompor lamanya dengan kompor listrik seharga Rp 150.000 per buah.

"Nanti kita minta kompor ini diperbanyak di balai batik dulu, kalau efisien nanti kita jual lewat koperasi ke seluruh pengrajin," imbuhnya.

Hingga akhir tahun 2009 lalu, nilai produksi batik nasional mencapai Rp 400 miliar dari sekitar 50.000 pengrajin. Menurut Fauzi, tahun ini diperkirakan target nilai produksi bisa sama dengan tahun lalu.

(ang/dnl)
http://www.detikfinance.com

No comments:

Post a Comment


My Ping in TotalPing.com
Get paid To Promote at any Location