Monday, March 1, 2010

Geliat Batik Tulis Ponorogo

Oleh Agnes Swetta Pandia

Batik tulis Ponorogo sempat tenggelam di percaturan perbatikan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur. Ketika semua kabupaten di Provinsi Jatim memunculkan kain batik tulis dengan corak daerah masing-masing, corak khas Ponorogo justru nyaris hilang di pasaran.

Padahal, di Ponorogo dahulu terkenal sebagai sentra batik, seperti Laweyan, Solo, Jawa Tengah. Di kawasan sekitar Pasar Songgolangit, hampir seluruh nama jalan menggunakan corak batik, antara lain Jalan Seruni.

Salah satu sentra batik yang masih bertahan adalah milik Mariana (52) di Jalan Semeru, Kabupaten Ponorogo. Perempuan, yang merupakan mantan anggota DPRD Ponorogo, ini pada era 1980-an mendirikan kelompok perajin batik. Dia pun tak pernah berhenti berinovasi untuk menciptakan corak batik khas Ponorogo.

Hingga kini paling tidak sudah 25 corak batik Ponorogo diciptakan. Batik Ponorogo memang terkenal dengan motif meraknya yang diilhami dari kesenian reog yang menjadi ikon di daerah ini. Motif batik antara lain merak tarung, merak romantis, sekar jagad, dan batik reog.

Menurut Luzulina Fitri (25), yang ikut mengembangkan usaha batik "Merak", produk batik sudah memiliki pasar yang luas hingga ke luar Provinsi Jatim. Bahkan banyak pembeli yang memesan batik dengan corak sesuai seleranya, tetapi masih khas Ponorogo. "Kain batik yang diproduksi kini tidak melulu tulis, tetapi juga cap sehingga semua kalangan mampu membeli batik," katanya.

Dia mengungkapkan, kain batik cap banyak diborong instansi pemerintah, organisasi, dan sekolah. Biasanya untuk keperluan seragam sehingga pemesanannya dalam jumlah banyak. "Khusus untuk pesanan dalam jumlah besar, umumnya minta batik cap sehingga harga lebih terjangkau," ujar Luzulina Fitri.

Regenerasi

Hal senada juga diungkap Alfian Kiromi (30), terus berkurangnya usaha batik di Ponorogo karena minimnya modal dan promosi. Faktor lain, maraknya penjiplakan motif asli yang menjadi ciri khas daerah untuk kepentingan komersial. "Mungkin di Ponorogo tinggal empat unit usaha yang bertahan pada batik tulis," katanya.

Setiap ada corak baru, dalam waktu sekejap corak tersebut langsung menjadi produk massal. Hampir semua perajin memproduksi corak serupa, hanya dengan warna yang sedikit berbeda atau bahkan benar-benar mirip.

Bagi pengusaha, perilaku membebek di kalangan perajin batik merupakan tantangan. Justru dengan cara demikian memaksa perajin untuk lebih kreatif memunculkan corak baru, tetapi tetap dalam kerangka bercirikan Ponorogo.

Menurut Alfian, pengakuan batik sebagai salah satu warisan budaya Indonesia oleh UNESCO merupakan angin segar bagi pembatik di Ponorogo. Para pembatik memiliki kekuatan baru untuk kembali bangkit karena permintaan pun cenderung meningkat.

Bagi M Ali Muclison, pemilik usaha batik tulis "Lesoeng" di Jalan JA Suprapto Ponorogo, tahun 2009 sebagai tahun kebangkitan batik khas Ponorogo. "Permintaan batik tulis khas Ponorogo terus meningkat, apalagi rajin pameran. Tanpa promosi, mustahil produk dilirik pasar," katanya.

Pemain baru di sektor batik tulis ini ingin mengembalikan kejayaan batik Ponorogo seperti awal abad ke-20. "Ponorogo terkenal bukan cuma reognya, tapi juga batik tulis dengan corak khas merak dan kuda lumping. Warna batik juga eksklusif karena pewarnaan memanfaatkan daun atau pohon, bukan produk kimia," ujar Ali Muclison yang terus meningkatkan kualitas pewarnaan dengan menggali ilmu ke Solo dan Yogyakarta.

http://oase.kompas.com

No comments:

Post a Comment


My Ping in TotalPing.com
Get paid To Promote at any Location