/desi/2006/jiunkpe-ns-patterns_(design_elements)-2006-41405041-3930-sarung_batik-resource1-preview.jpg)
Para model memamerkan koleksi Edward Hutabat (Foto: Adhini Amaliafitri)
SEBAGAI pecinta batik, Anda sering kali menemukan masalah cara merawat warna busana khas Nusantara tersebut tidak pudar. Agar tak salah langkah, desainer Edward Hutabarat memberikan masukan positif.
Menurut Edward, sebaiknya batik dicelupkan ke ember yang telah berisi air hangat (suam-suam kuku) dan dicampur dengan detergen. Lalu dibilas ke dalam tiga ember yang berisi air dingin. Setelah itu kain dikeringkan dengan handuk dan ditekan-tekan.
“Kain batik pada saat dijemur sebaiknya di atas peralon atau bambu. Jangan langsung kena terik matahari, tetapi paling bagus di bawah pohon,” kata Edward saat konferensi pers "Cintaku Pada Batik Takkan Pernah Pudar" di Museum Nasional, Jakarta, Jumat (1/10/2010).
Edward yang telah menggeluti dunia busana selama 30 tahun juga mengungkapkan, bahwa batik tidak hanya sekadar wujud fisik busana khas Indonesia.
"Kita harus menyuguhkan batik bukan hanya kain. Jadi ketika penjual batik menjualnya seharga Rp5 juta kepada pembeli, pembeli diam. Batik seharga itu padahal dibikin selama 5 bulan, dengan banyak orang. Dan harga segitu dibagi-bagi lagi," ujarnya.
"Setiap goresan canting dalam proses pembuatan batik, melibatkan segenap emosi dan membawa banyak aspek kehidupan maupun lingkungan di sekitarnya," sambungnya.
Edward berharap masyarakat Indonesia dapat melihat dan mengapresiasi batik tidak hanya dari pembatiknya, namun lebih dari itu. Yaitu mengenal kuliner khas kota tersebut, adat istiadatnya, tempat peribadatan, flora dan fauna, dan aspek-aspek lain yang menjelaskan kehidupan di balik batik dari masing-masing daerah.
"Kita harus benar-benar aware terhadap batik. Sudah saatnya kita promosikan kota produsen batik, sehingga bisa dikunjungi turis. Dengan melihat langsung kehidupan batik dari akarnya. Kecintaan dan kebangaan akan keluhuran budaya Indonesia takkan pernah pudar," pungkasnya.(tty)
http://lifestyle.okezone.com/read/2010/10/02/194/378451/rahasia-warna-batik-tak-cepat-pudar
Para model memamerkan koleksi Edward Hutabat (Foto: Adhini Amaliafitri)
Menurut Edward, sebaiknya batik dicelupkan ke ember yang telah berisi air hangat (suam-suam kuku) dan dicampur dengan detergen. Lalu dibilas ke dalam tiga ember yang berisi air dingin. Setelah itu kain dikeringkan dengan handuk dan ditekan-tekan.
“Kain batik pada saat dijemur sebaiknya di atas peralon atau bambu. Jangan langsung kena terik matahari, tetapi paling bagus di bawah pohon,” kata Edward saat konferensi pers "Cintaku Pada Batik Takkan Pernah Pudar" di Museum Nasional, Jakarta, Jumat (1/10/2010).
Edward yang telah menggeluti dunia busana selama 30 tahun juga mengungkapkan, bahwa batik tidak hanya sekadar wujud fisik busana khas Indonesia.
"Kita harus menyuguhkan batik bukan hanya kain. Jadi ketika penjual batik menjualnya seharga Rp5 juta kepada pembeli, pembeli diam. Batik seharga itu padahal dibikin selama 5 bulan, dengan banyak orang. Dan harga segitu dibagi-bagi lagi," ujarnya.
"Setiap goresan canting dalam proses pembuatan batik, melibatkan segenap emosi dan membawa banyak aspek kehidupan maupun lingkungan di sekitarnya," sambungnya.
Edward berharap masyarakat Indonesia dapat melihat dan mengapresiasi batik tidak hanya dari pembatiknya, namun lebih dari itu. Yaitu mengenal kuliner khas kota tersebut, adat istiadatnya, tempat peribadatan, flora dan fauna, dan aspek-aspek lain yang menjelaskan kehidupan di balik batik dari masing-masing daerah.
"Kita harus benar-benar aware terhadap batik. Sudah saatnya kita promosikan kota produsen batik, sehingga bisa dikunjungi turis. Dengan melihat langsung kehidupan batik dari akarnya. Kecintaan dan kebangaan akan keluhuran budaya Indonesia takkan pernah pudar," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment